Wisata spiritual kali ini merupakan lanjutan
dari perjalanan tim Long Trip Mania dari Pura Pengubengan ke Pura Batu
Peninjoan di Besakih pada tanggal 28 Maret 2013. Perjalanan kami sungguh
menyenangkan karena di sepanjang jalan kami bercanda tawa dengan teman-teman se-tim
juga sambil menikmati pemandangan di sekitar yang sungguh indah. Di sisi
sepanjang jalan raya ditumbuhi oleh rumput gajah dan pohon cemara menjulang
tinggi serta sesekali terdengar suara burung pelatuk, dengan gagahnya
mematuk-matuk batang pohon cemara hingga suaranya menggema.
Dari parkiran di Pura Pengubengan tidak
henti-hentinya saya menginjak rem sepeda motor, karena jalannya cukup terjal.
Jadi yang berniat melakukan wisata spiritual ke Pura Pengubengan maupun ke Pura
Batu Peninjoan dengan menggunkan sepeda motor maupun menggunakan mobil,
pastikan bahwa rem kendaraan Anda benar-benar berfungsi dengan baik.
Memperlambat laju sepeda motor guna untuk
menikmati pemandangan yang luar biasa sungguh sangat mengasikan. Walaupun sepeda
motor kami diperlambat, waktu berlalu tidak terasa dan akhirnya tim sampai di
parkiran Pura Batu Peninjoan. Kami pun langsung menuju Madya Mandala Pura Batu
Peninjoan dan mempersiapkan alat persembahyangan. Hanya saja kami tidak
menggunakan dupa karena korek api yang digunakan untuk menyalakan dupa ketinggalan
di Pura Tirta Pinggit dan tidak dapat membeli korek api di parkiran Pura
Pengubengan walaupun di sana ada orang yang jualan.
Jadi kami putuskan tidak menggunakan dupa, hanya
menggunkan canang sari saja. Seperti
biasanya, setelah persiapan canang sari
sudah siap, kami pun menuju utama mandala dan mencari tempat duduk. Setelah
salah satu tim ngunggahang canang
sari di salah satu pelinggih, kami pun melakukan meditasi untuk mengheningkan pikiran dan mengucapkan puji syukur
karena sudah selamat sampai ke tempat tujuan, yaitu Pura Batu Peninjoan. Kami
melakukan persembahyangan secara individual, karena tidak ada penuntun (pemangku) yang mengarahkan
persembahyangan kami. Dari Pura Tirta Pingit, Pura Pengubengan sampai Pura Batu
Peninjoan persembahnyang kami lakukan secara individual (tidak ada pemangku yang menuntun). Suasana terasa
hening sekali karena tidak ada pemedek
yang tanggkil ke Pura Batu Peninjoan.
Panca Sembah merupakan langkah
berikutnya dalam persembahyangan kami setelah mediatasi selesai dilakukan.
Dari kawasan pura pemandangan sungguh luar
biasa, Anda akan melihat pemandangan alam yang asri. Dari sini Anda akan bisa
melihat Pura Penataran Agung Besakih. Pura ini terletak di atas sebuah bukit
yang amat strategis untuk memandang wilayah Bali dengan indahnya. Sebagian
besar wilayah Bali secara umum dapat dilihat dari Pura Peninjoan ini, apalagi
keadaan cuaca dalam keadaan terang benderang.
Konon dari tempat inilah Mpu Kuturan pada awal
abad ke-11 M meninjau keadaan komples Pura Besakih. Peninjauan Mpu Kuturan
tersebut untuk mendapatkan inspirasi dan data dalam rangka merencanakan
penyempurnaan dan perluasan kompleks Pura Besakih. Saat itulah Mpu Kuturan
menyatakan bahwa Pura Besakih adalah sebagai ''hulunya Pulau Bali''.
Di Pura Batu Peninjoan terdapat sebuah Meru
tumpang sembilan. Dari tempat inilah konon Empu Kuturan meninjau wilayah Desa
Besakih yang sekarang menjadi tempat pelinggih-pelinggih di Pura Penataran
Agung dan sekitarnya, sewaktu beliau merencanakan pembanguan dan memperluas Pura
Besakih ini yang di masa yang lalu tidak sebanyak yang kita saksikan sekarang.
Di tempat inilah Empu Kuturan menjalankan tapa
yoga samadhi bila beliau ke Besakih. Ajaran-ajarannya tentang tata cara
membangun pura, membuat pelinggih meru, kahyangan tiga, Asta Kosala Kosali dan
lain-lainnya sampai sekarang masih dipraktekkan oleh segenap lapisan masyarakat
Hindu. Dari Pura Peninjoan, semua pelinggih di Pura Penataran Agung dapat
dilihat dengan jelas, demikian pula pantai dan daratan pulau Bali di sebelah selatan
kelihatan indah sekali. Selain dari meru tumpang sembilan, pura ini juga
dilengkapi dengan dua buah Bale Pelik dan Piyasan. Piodalan di Pura Batu Peninjoan
pada hari Wraspati Wage Tolu.
Di sekitar pura ada pohon cemara yang menjulang
tinggi. Dari pohon cemara itu, ada hal yang unik yang petama kali kami lihat.
Di batang pohon cemara tersebut ada sebuah batok kelapa yang digunakan untuk mengambil getah pohon cemara. Pohon
cemara dilubangi lalu dimasuki selang atau pipa dan di isi batok kelapa untuk menampung
getah yang mengalir lewat pipa tersebut. Ini merupakan pengalaman kali pertama
melihat hal seperti itu. Apakah yang dicari? Apakah getah pohon cemara atau
yang lain? Setelah kami tinjau lebih dekat, ternyata di dalam batok kelapa
tersebut tidak ada getah, walaupun ada getahnya itupun sangat sedikit sekali
dan sudah kering. Maunya kami ingin mengetahui lebih jauh apa tujuannya hal
tersebut dilakukan. Hanya saja kami tidak melihat satupun penduduk di sekitar
daerah tersebut. Jadi kami tidak bisa bertanya kepada penduduk setempat.
Akhir dari wisata spiritual kami di Pura Batu
Peninjoan dengan melakukan sesion pemotretan
untuk mengabadikan momen tersebut. Demikianlah perjalanan kami di Pura Batu
Peninjoan. Tirta Yatra kami berikutnya menuju Pura Batu Madeg.