Lokasinya tidak begitu jauh dari Pura Batu
Peninjoan, kira-kira menghabiskan waktu 10 menit untuk sampai ke Pura Batu
Madeg, hanya saja jalannya agak terjal untuk menuju Pura Batu Madeg. Sama seperti
pura yang lain yang kami datangi di besakih, Pura Batu Madeg juga memiliki
areal parkir yang cukup luas. Kecuali Pura Tirta Pingit saja yang tidak
memiliki areal parkir.
Sesampai di areal parkir Pura Batu Madeg,
bukannya kami langsung masuk ke areal pura, malah menuju warung. Aneh bukan.
Ternyata semua anggota tim perutnya keroncongan, walaupun sudah makan di rumah
masing-masing tetap juga akhirnya kelaparan di Besakih. Waktu itu menunjukan
pukul 15.30 wita. Jadi kami sudah menghabiskan waktu kurang lebih 4½ jam mulai dari berangkat hingga sampai di
areal parkiran Pura Batu Madeg. Dalam waktu sebegitu lama wajarlah perut
menjadi keroncongan apalagi hawa di Besakih yang dingin.
Proses “penyerbuan” warung selesai dilakukan tim
langsung menuju madya mandala Pura Batu Madeg. Dari kawasan ini anda akan
dihadapkan anak tangga yang jumlahnya puluhan anak tangga. Pura ini benar-benar
megah dan tak henti-hentinya kami mengaguminya. Dari ujung atas anak tangga
anda akan menyaksikan pemandangan yang tidak kalah menakjubkan. Kami pun
menikmati pemandangan yang ada di sekitar sambil mempersiapkan alat
persembahyangan. Sekarang tim tidak kebingungan lagi untuk menyalakan dupa
karena sudah membeli korek api pada saat “menyerbu” warung.
Persiapan
alat persembahyangan sudah beres, tim menuju kawasan utama mandala. Yang
paling unik di pura batu madeg adalah semua wastra
di pura ini warnanya hitam. Pura ini merupakan stana untuk memuja Tuhan Yang
Maha Esa yang bergelar Dewa Wisnu, yaitu Tuhan yang menguasai arah utara.
Pura ini cukup
luas di mana di dalamnya banyak terdapat palinggih-palinggih dan meru.
Palinggih pokok adalah stana Hyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai
Hyang Wisnu berupa meru tumpang sebelas. Upakara Yadnya atau Pangaci di pura
Batu Madeg terdiri dari piodalan pada hari Soma Umanis Tolu, Ngusabha
Warigadian pada hari penanggal 5 Sasih Kelima dan Benaung Bayu pada hari Tilem
Sasih Kelima.
Persembahyangan di pura ini dituntun oleh pemangku, jadi kami terlebih dahulu harus
menunggu agar yang lebih dahulu datang selesai melakukan persembahyangan. Di
kawasan Pura Batu Madeg terlihat juga beberapa wisatawan mancanegara yang lalu
lalang untuk memotret pemandangan di sekitar pura. Akan tetapi wisatawan asing
tersebut tidak diizinkan masuk ke utama mandala dan hanya diperbolehkan masuk
ke kawasan madya mandala saja.
Waktu yang ditunggu pun akhirnya tiba, kami pun
masuk ke utama mandala dan mengambil tempat duduk. Sedangkan salah satu tim
meletakan canang sari pada tempat yang sudah disediakan. Pemangku melantunkan mantram-matram
weda untuk memulai proses persembahyangan. Selama pemangku melakukan tugasnya kami pun melakukan meditasi untuk mengheningkan pikiran dan mengucapkan puji syukur
kehadapan Hyang Widhi.
Selama kurang lebih 20 menit tugas pemangku pun sudah selesai, maka kami
pun diperintahkan untuk melakukan panca
sembah yang diiringi alunan suara genta
yang indah. Proses persembahyangan kami akhiri dengan nunas bija yang dibagikan oleh pemangku dan persembahyangan kami
tutup dengan paramashanti.
Demikian perjalanan kami dalam berwisata
spiritual ke Pura Batu Madeg. Wisata kami selanjutnya menuju Pura Gelap. Apa
yang unik di pura gelap? Kenapa bernama Pura Gelap? Silahkan baca ya postingan
tentang wisata spiritual tim long trip mania ke Pura Gelap.