free counter with statistics Perjalanan Spiritual ke Pura Pengubengan di Besakih
T4/08/2013

Perjalanan Spiritual ke Pura Pengubengan di Besakih


Tirta yatra ke Pura Pengubengan kami lanjutkan setelah melakukan persebahyangan di Pura Tirta Pingit. Dari Pura Tirta Pingit kami menaiki lembah yang ditumbuhi rumput gajah yang cukup tinggi. Karena banyak ada rumput gajah maka tim mencoba mencari jalan alternatif lain yang mungkin lebih mudah dan tidak harus melewati rumput gajah yang bisa membuat kulit tergores oleh daunnya.

Kami mencoba mencari jalan lain dengan memutar agak jauh. Sebenarnya jalan lewat rumput gajah merupakan jalan singkat untuk menuju pura Tirta Pingit dari Pura Pengubengan atau sebaliknya dari Pura Tirta Pingit ke Pura Pengubengan. Jalan alternatif yang kami tempuh memang tidak ada rumput gajahnya tetapi jalannya hancur dan penuh dengan kerikil yang pastinya bisa membuat Anda terpleset karena kerikil yang kita injak “melarikan diri” dari telapak kaki. Ada salah satu anggota tim berandai-andai jika dia membawa motor untuk mencapai Pura Tirta Pingit. Bayangkan saja, kaki kita saja terpeleset apalagi membawa motor, bisa-bisa masuk ke dalam semak-semak. Canda tawa pun tak terbendung mendengar teman-teman berandai-andai. Sungguh sangat menyenangkan bersama teman-teman melakukan persembahyangan.


Walaupun jalannya menanjak, perjalanan kami tidak terasa melelahkan karena diselingi canda tawa. Akhirnya tim sampai di parkiran Pura Pengubengan. Nah, sama seperti di Pura Tirta Pingit, di Pura pengubengan juga terdiri dari tiga kawasan (mandala), yaitu nista mandala, madya mandala dan utama mandala. Hanya saja di Pura Pengubengan tidak ada tempat pemandian dan melukat seperti yang ada di Pura Tirta Pingit. Akan tetapi di Pura Pengubengan ada sebuah wantilan yang digunakan untuk istirahat dan juga digunakan oleh para pedagang asongan mengais rejeki.
Kami tidak langsung menuju wantilan (nista mandala), akan tetapi menuju madya mandala. Seperti biasa, di madya mandala tempat untuk mempersiapkan alat-alat persembahyangan (canang sari, bunga dan dupa). Nah pas pada saat mau menyalakan dupa, ups. . . korek apinya ketinggalan di Pura Tirta Pingit. Akhirnya salah satu tim membeli korek api di pedagang yang ada wantilan, tetapi tidak dapat membeli korek api malah dapat meminjam dari pedagang tersebut.

Dupa pun sudah menyala, tim sudah siap melakukan persembahyangan dan menuju utama mandala. Di Pura Pengubengan terdapat pelinggih pokok meru tumpang sebelas di samping bale gong, bale Pelik, Piyasan, Candi Bentar dan tembok penyengker. Di sinilah pelinggih Pesamuhan Bhatara Kabeh sebelum Bhatara Turun Kabeh di Pura Penataran Agung. Di antara pura-pura lainnya yang ada di Besakih, letak Pura Pengubengan ini yang tertinggi. Jika masyarakat bermaksud mempersembahkan aturannya kepuncak Gunung Agung akan tetapi tidak mampu karena tingginya, maka cukup aturan itu dipersembahkan di Pura Pengubengan ini. Dari Pura Pengubengan pemandangan alam kelihatan indah sekali, akan tetapi Pura Penataran Agung tidak nampak. Piodalan di Pura Pengubengan jatuh pada hari Budha Wage Kelawu.

Setelah tim memasuki kawasan utama mandala, seperti biasanya, salah satu tim menghaturkan canang sari di salah satu pelinggih, sedangkan rekan-rekan yang lain duduk berjejer ke samping dengan rapi. Persebahyangan kami awali dengan melakukan meditasi (mengheningkan pikiran) mengucapakan puja dan puji syukur kehadapan Hyang Widhi berkat beliau perjalanan kami selamat sampai di tempat tujuan, yaitu di Pura Pengubengan. Selesai melakukan meditasi kami melakukan persembahyangan panca sembah dan di akhiri dengan nunas tirta.

Perjalanan kami berikutnya menuju Pura Batu Peninjoan. Selesai sembahyang tim langsung menuju parkiran sepeda motor dan berangkat menuju Pura Batu Peninjoan. Bagaimana perjalanan kami ke Pura Batu Peninjoan?