free counter with statistics 33 Diorama Di Museum Bajra Sandi Bagian 2
T1/11/2015

33 Diorama Di Museum Bajra Sandi Bagian 2

Postingan 33 Diorama Di Museum Bajra Sandi Bagian 2 ini merupakan lanjutan dari 33 Diorama Di Museum Bajra Sandi Bagian 1. Oke langsung saja ke intinya.

Diorama ke 9-12 Di Museum Bajra Sandi


9. Sistem Subak Abad 11 M
Pada diorama ini terlihat hamparan sawah yang berundak-undak yang sangat indah. Dalam sistem pengairan swah tersebut menerapkan sistem Subak. Sistem subak ini diperkirakan ada sejak abad ke 11 M pada pemerintahan raja Sri Aji Anak Wungsu. Raja Sri Aji Anak Wungsu merupakan raja yang menggantikan Marakata Pangkaja. Beliau melanjutkan sistem ketatanegaraan dan kehidupan masyarakat dari para pendahulunya. Beliau juga membagi-bagikan tanah dan lahan pekraman kepada rakyat dengan cara membuka hutan untuk dijadikan sawah dan ladang. Untuk pengairan pada sawah maka diperkenalkanlah sistem subak dengan membangun bendungan sederhana (empelan), saluran air (telabah), terowongan (aungan), serta peraturan-peraturan (awig-awig) baik yang berkaitan dengan distribusi air, kewajiban–kewajiban (ayahan) maupun sanksi.

10. Sri Asta Sura Ratna Bumi Banten Tahun 1338 M
Pada diorama ini menceritakan kehidupan masayarakat Bali pada masa pemerintahan Sri Asta Sura Ratna Bumi Banten atau Sri Gajah Waktra atau Sri Dalem Bedahulu pada tahun 1338 M. Di mana pada diorama terlihat raja Sri Asta Sura Ratna Bumi Banten sedang dihadap oleh maha patih dari kerajaan Majapahit, Patih Gajah Mada. Tampak juga patih Kebo Iwa sedang memimpin pembangunan Bale Agung. Pusat pemerintahan dari raja Sri Asta Sura Ratna Bumi Banten berada di Istana Singhamandawa di sekitar Desa Pejeng Gianyar.

11. Penobatan Sri Kresna Kepakisan 1347-1350 M
Dalam diorama tersebut menceritakan patih gajah mada dalam rangka menyatukan nusantara pada 1343 kerajaan bali dapat dikalahkan. Untuk itu maka diangkatnya Sri Kresna Kepakisan sebagai adipati di Bali dengan restu dari Raja Majapahit dengan mempersembahkan keris Ki Durga Dungkul oleh Patih Gajah Mada.

12. Pembangunan Pura Dasar Gelgel Abad Ke 14
Setelah pemerintahan Raja Sri Kresna Kepakisan maka digantikan oleh putranya yang bernama Dalem Samprangan. Akan tetapi karena kurang mampu memimpin maka digantikan oleh adiknya yang bernama Dalem Ketut Nglusir pada tahun tahun 1380. Kemudian untuk mempersatukan lapisan masyarakat maka di bangun Pura Dasar Gelgel sebagai tempat Paruman Agung yang dulunya menggunakan Pura Besakih.

 Diorama ke 13-16 Di Museum Bajra Sandi
13. Dalem Waturenggong 1460-1550M
Pengganti Dalem Ketut Ngulesir yaitu putranya yang bernama Dalem Waturenggong pada tahun 1460. Pada masa pemerintahan Dalem Waturenggong kerajaan di Bali mencapai puncak kejayaannya dan berkembang pula karya-karya sastra dan kesenian yang bernilai tinggi.

14. Dang Hyang Nirartha 1489 M
Pada diorama ini meceritakan dang hyang nirartha sedang membaca hasil karyanya di pantai sambil menikmati keindahan alam sekitarnya. Tampak bangunan candi, padmasana dan gunung agung. Dang Hyang Nirartha merupakan pendeta sakti dari Blangbangan. Beliau dikenal dengan sebutan Pedande Sakti Wawu Rauh atau disebut juga Danghyang Dwijendra. Beliau datang ke Balu pada masa pemerintahan Dalem Watu Renggong di kerajaan Gelgel. dengan keahliannya yang lengkap dari ilmu agama, peperangan, pemerintahan dan kesusastraan, sehingga beliau berperan mendorong kemajuan peradapan rakyat Bali. Dang Hyang Nirartha merupakan pencipta arsitektur padmasana untuk Pura Hindu di Bali. Semasa perjalanan Nirartha, jumlah Pura-Pura di pesisir pantai di Bali bertambah dengan adanya padmasana.

15 Masa Kejayaan Kerajaan Kerajaan Di Bali Periode Abad Ke 11 – 19 M
Beberapa peninggalan masa kejayaan kerajaan-kerajaan di Bali tampak pada diorama ini, seperti Klungkung dengan Taman Kertha Gosa, Buleleng dengan istana Singaraja (kemudian menjadi lambang Singa Ambara Raja ), karangasem dengan Taman Sukasada Ujung dan mengwi dengan Pura Taman Ayun.

16. Patih Jelantik Merobek Surat Gubernur Jendral 1846 m
Pada diorama itu terlihat patih I Gusti Ketut Jelantik dari Kerajaan Buleleng sedang merobek surat Gubenur Jendral dengan keris di depan Raja Klungkung dan utusan Belanda. Kejadian ini terjadi pada tahun 1846, di mana sebuah kapal milik belanda terdampar di pantai Sangsit yang masih wilayah kerajaan Buleleng. Di mana masa itu berlaku hukum tawan karang yaitu jika ada kapal terdampar di wilayah kerajaan Buleleng maka muatan kapal tersebut menjadi milik kerajaan Buleleng. Akan tetapi pihak belanda menolak hukum tersebut dan menghendaki penghapusan hak tawan karang. Kemudian Belanda mengirim utusan dari Batavia ke kerajaan Klungkung untuk menghapuskan hukum tawan karang. Namun dihadapan Raja klungkung, I Dewa Agung Putera Kusamba dan utusan batavia tersebut, patih dari kerajaan Buleleng I Gusti Ketut Jelantik merobek surat utusan Belanda dengan kerisnya.


Nah demikian 33 Diorama Di Museum Bajra Sandi Bagian 2 untuk 33 diorama berikutnya silahkan baca 33 Diorama Di Museum Bajra Sandi Bagian 3.