Postingan 33
Diorama Di Museum Bajra Sandi Bagian 2 ini merupakan lanjutan dari 33 Diorama Di Museum Bajra Sandi Bagian 1.
Oke langsung saja ke intinya.
9. Sistem
Subak Abad 11 M
Pada diorama ini terlihat hamparan sawah yang
berundak-undak yang sangat indah. Dalam sistem pengairan swah tersebut menerapkan
sistem Subak. Sistem subak ini diperkirakan ada sejak abad ke 11 M pada pemerintahan
raja Sri Aji Anak Wungsu. Raja Sri Aji Anak Wungsu merupakan raja yang
menggantikan Marakata Pangkaja. Beliau melanjutkan sistem ketatanegaraan dan
kehidupan masyarakat dari para pendahulunya. Beliau juga membagi-bagikan tanah
dan lahan pekraman kepada rakyat dengan cara membuka hutan untuk dijadikan
sawah dan ladang. Untuk pengairan pada sawah maka diperkenalkanlah sistem subak
dengan membangun bendungan sederhana (empelan), saluran air (telabah),
terowongan (aungan), serta peraturan-peraturan (awig-awig) baik yang berkaitan
dengan distribusi air, kewajiban–kewajiban (ayahan) maupun sanksi.
10. Sri
Asta Sura Ratna Bumi Banten Tahun 1338 M
Pada diorama ini menceritakan kehidupan
masayarakat Bali pada masa pemerintahan Sri Asta Sura Ratna Bumi Banten atau
Sri Gajah Waktra atau Sri Dalem Bedahulu pada tahun 1338 M. Di mana pada
diorama terlihat raja Sri Asta Sura Ratna Bumi Banten sedang dihadap oleh maha
patih dari kerajaan Majapahit, Patih Gajah Mada. Tampak juga patih Kebo Iwa
sedang memimpin pembangunan Bale Agung. Pusat pemerintahan dari raja Sri Asta
Sura Ratna Bumi Banten berada di Istana Singhamandawa di sekitar Desa Pejeng
Gianyar.
11.
Penobatan Sri Kresna Kepakisan 1347-1350 M
Dalam diorama tersebut menceritakan patih gajah
mada dalam rangka menyatukan nusantara pada 1343 kerajaan bali dapat
dikalahkan. Untuk itu maka diangkatnya Sri Kresna Kepakisan sebagai adipati di
Bali dengan restu dari Raja Majapahit dengan mempersembahkan keris Ki Durga
Dungkul oleh Patih Gajah Mada.
12. Pembangunan
Pura Dasar Gelgel Abad Ke 14
Setelah pemerintahan Raja Sri Kresna Kepakisan
maka digantikan oleh putranya yang bernama Dalem Samprangan. Akan tetapi karena
kurang mampu memimpin maka digantikan oleh adiknya yang bernama Dalem Ketut
Nglusir pada tahun tahun 1380. Kemudian untuk mempersatukan lapisan masyarakat
maka di bangun Pura Dasar Gelgel sebagai tempat Paruman Agung yang dulunya
menggunakan Pura Besakih.
13. Dalem
Waturenggong 1460-1550M
Pengganti Dalem Ketut Ngulesir yaitu putranya
yang bernama Dalem Waturenggong pada tahun 1460. Pada masa pemerintahan Dalem
Waturenggong kerajaan di Bali mencapai puncak kejayaannya dan berkembang pula
karya-karya sastra dan kesenian yang bernilai tinggi.
14. Dang
Hyang Nirartha 1489 M
Pada diorama ini meceritakan dang hyang nirartha
sedang membaca hasil karyanya di pantai sambil menikmati keindahan alam
sekitarnya. Tampak bangunan candi, padmasana dan gunung agung. Dang Hyang
Nirartha merupakan pendeta sakti dari Blangbangan. Beliau dikenal dengan
sebutan Pedande Sakti Wawu Rauh atau disebut juga Danghyang Dwijendra. Beliau
datang ke Balu pada masa pemerintahan Dalem Watu Renggong di kerajaan Gelgel.
dengan keahliannya yang lengkap dari ilmu agama, peperangan, pemerintahan dan
kesusastraan, sehingga beliau berperan mendorong kemajuan peradapan rakyat
Bali. Dang Hyang Nirartha merupakan pencipta arsitektur padmasana untuk Pura
Hindu di Bali. Semasa perjalanan Nirartha, jumlah Pura-Pura di pesisir pantai
di Bali bertambah dengan adanya padmasana.
15 Masa
Kejayaan Kerajaan Kerajaan Di Bali Periode Abad Ke 11 – 19 M
Beberapa peninggalan masa kejayaan
kerajaan-kerajaan di Bali tampak pada diorama ini, seperti Klungkung dengan Taman
Kertha Gosa, Buleleng dengan istana Singaraja
(kemudian menjadi lambang Singa Ambara Raja ), karangasem dengan Taman Sukasada Ujung dan mengwi dengan Pura Taman Ayun.
16. Patih
Jelantik Merobek Surat Gubernur Jendral 1846 m
Pada diorama itu terlihat patih I Gusti Ketut
Jelantik dari Kerajaan Buleleng sedang merobek surat Gubenur Jendral dengan
keris di depan Raja Klungkung dan utusan Belanda. Kejadian ini terjadi pada
tahun 1846, di mana sebuah kapal milik belanda terdampar di pantai Sangsit yang
masih wilayah kerajaan Buleleng. Di mana masa itu berlaku hukum tawan karang
yaitu jika ada kapal terdampar di wilayah kerajaan Buleleng maka muatan kapal
tersebut menjadi milik kerajaan Buleleng. Akan tetapi pihak belanda menolak
hukum tersebut dan menghendaki penghapusan hak tawan karang. Kemudian Belanda
mengirim utusan dari Batavia ke kerajaan Klungkung untuk menghapuskan hukum
tawan karang. Namun dihadapan Raja klungkung, I Dewa Agung Putera Kusamba dan
utusan batavia tersebut, patih dari kerajaan Buleleng I Gusti Ketut Jelantik
merobek surat utusan Belanda dengan kerisnya.
Nah demikian 33 Diorama Di Museum Bajra Sandi Bagian 2 untuk 33 diorama berikutnya
silahkan baca 33 Diorama Di Museum Bajra Sandi Bagian 3.