Muesum atau Monumen Bajra Sandi terletak di tengah-tengah
lapangan Puputan Nitimandala Renon, tepatnya di jalan Raya Puputan Niti Mandala
di Renon. Lokasi monumen ini juga sangat strategis karena terletak di depan
kantor Gubernur Bali dan Gedung DPRD Provinsi Bali. Objek Wisata Monumen Perjuangan Rakyat Bali memiliki keunikan
tersendiri, di mana jika Anda masuk ke dalamnya dengan melewati tangga berpilin
mana Anda akan bisa menyaksikan kota Denpasar yang indah.
Monumen ini juga sering disebut sebagai museum,
karena di dalam monumen ini tersimpan koleksi pada jaman sebelum kemerdekaan
hingga sesudah kemerdekaan Republik Indonesia. Monumen ini memiliki koleksi 33
diorama berukuran 2 x 3 meter. Berikut ke 33 diorama tersebut.
1. Bali
Pada Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan 3000 SM
Ini merupakan diorama paling awal, di mana
diorama ini menceritakan kehidupan manusia Bali pada tahun 3000 SM atau zaman
prasejarah. Terlihat manusaia purba phitecanthropus erectus atau dikenal dengan
manusia kera berjalan tegak yang sedang berburu dengan peralatan sederhana.
2. Bali
Pada Masa Perundagian 2000 SM
Diorama ini mencertikan kehidupan manusia Bali
pada tahun 2000 sebelum Masehi atau dikenal dengan massa perundagian. Di mana
pada masa itu sudah mengenal peralatan yang berbahan logam dengan teknik
pengecoran. Dalam diorama ini juga terlihat masyarakat bali sudah mengenal sistem
penguburan mayat yang disimpan ke dalam sarkopagus atau peti mati yang terbuat
dari batu.
3
Stupika dan Prasasti Sukawana 778 M
Diorama ke tiga ini menceritakan kehidupan
manusia Bali pada zaman sejarah, karena sudah ditemukan bukti-bukti sejarah
yang berupa tulisan seperti ditemukannya stupika tanah liat yang berisi
mantra-mantra Budha di sekitar Pejeng, Bedulu pada tahun saka 700 (778 M) dan di
temukannya prasasti tembaga yang berangka tahun saka 804 (882 M) di simpan di
Pura Desa Sukawana, Kintamani, Bangli. Pada diorama tampak para pendeta sedang
bersemedi di ceruk-ceruk dan tampak pula seorang pendeta keluar dari pasraman.
4. Rsi
Markandeya Abad Ke 8
Pada diorama ini menceritakan Rsi Markandeya
sedang menyerahkan panca datu kepada pengiringnya dengan latar belakang kesibukan
di Desa Taro Gianyar membangun Bale Agung. Rsi Markandeya adalah seorang
pertapa dari Pegunungan Dieng, Jawa Tengah yang melakukan perjalanan ke arah
timur hingga sampai di desa Taro Gianyar, Bali. Dalam expedisi tersebut beliau mengajak 800
pengikut dan banyak pengikut Rsi Markandeya yang sakit dan meninggal, kemudian
beliau kembali ke Pulau Jawa. Pada ekspedisi kedua beliau mengajak kurang lebih
400 orang pengikut. Pada ekspedisi ke dua beliau sampai pada suatu tempat
berupa batu berundak di lereng Gunung Agung. Untuk menghindarkan para
pengikutnya dari petaka, maka Rsi Markandeya membuat tugu dengan menanam Panca
Datu atau 5 jenis logam yaitu emas, perak, besi, kuningan dan tembaga
disertai upacara korban suci. Tempat tersebut di bangun pura dan diberi nama Besukih
atau Besukian yang artinya tempat suci, dan sekarang menjadi Pura Besakih.
5. Sri
Kesari Warmadewa 914 M
Pada diorama ini menceritakan Sri Kesari
Warmadewa sedang menyaksikan
pembuatan tugu kemenangan “jayastamba” di Blanjong, Sanur atau dikenal dengan
mana prasasti Blanjong. Dalam Prasasti Blanjong menyebutkan kemenangan Sri
Kesari Warmadewa yang memerintah pada tahun 914 M dalam menghadapi musuh di
daerah Gurun dan Suwal. Untuk memperingati kemenangan itu, Beliau mendirikan tugu
kemenangan yaitu di Desa Blanjong, Sanur, Denpasar dan Pura Puseh Malet Gede,
Desa Penempahan, Tampak Siring Gianyar.
6. Gunapriyadharmapatni
dan Suaminya Dharmodayana Warmadewa 989-1011 M
Diorama ini menceritakan Gunapriyadharmapatni bersama
suaminya Dharmodayana Warmadewa sedang dihadap oleh pembesar kerajaan di
Balairung. Gunapriyadharmapatni atau dikenal dengan nama Sri Mahendradata merupakan
puteri raja Makuta Wangsa Wardana, Raja Jawa Timur. Setelah menikah dengan
pangeran dari Pulau Bali beliau
bergelar Sri Ratu Gunapriya Dharmapatmi dan suaminya bergelar Sri Dharmodayana
Warmadewa. Pada masa itu kehidupan ketatanegaraan dan keagamaan berjalan dengan
baik, terutama setelah kedatangan seorang pendeta dari Jawa bernama Empu
Kuturan.
7. Konsep
Kahyangan Tiga Dari Empu Kuturan Abad 11 M
Dalam diorama ini tampak Bale Agung, Meru, dan
Mrajapati sebagai simbol dari Pura Desa, Pura Puseh dan Pura Dalem. Ketiga
konsep tersebut dikenal dengan nama Kahyangan Tiga yang diajarkan oleh Mpu
Kuturan seorang pendeta dari Jawa Timur yang datang ke Bali pada masa
pemerintahan Sri Ratu Gunapriya Dharmapatni. Beliau diangkat menjadi pendeta
istana sekaligus sebagai senopati dan penasehat di bidang ketatanegaraan. Kedatangan
Empu Kuturan di Bali menata dan menyempurnakan kehidupan keagamaan dan
kemasyarakatan diantaranya di bidang adat-istiadat.
8. Kehidupan
Banjar Abad 11 M
Pada diorama ini terlihat suasana kehidupan
masyarakat Bali pada abad ke 11 M yaitu kehidupan bermasyarakat. Dalam kehidupan
bermasyarakat, warga sering mengadakan pertemuan yang dipimpin oleh kelihan banjar
yang dihadiri oleh para prajuru (pengurus) banjar dan krama (anggota) banjar.
Sejak pemerintahan Raja Ugrasena di Bali, setiap
warga mempunyai fungsi dan kewajiban masing-masing yang menjadi ikatan tanggung
jawab terhadap banjar maupun kerajaan. Pada masa pemerintahan Dalem Ketut
Ngulesir di Gelgel, penataan kehidupan banjar ini semakin ditingkatkan dengan
mengadakan pertemuan setiap bulan sekali yang dikenal dengan nama Paruman Agung
yang dihadiri oleh para Prajuru Banjar dengan memperbincangkan masalah adat dan
kesejahteraan krama banjar. Paruman Agung ini mula-mula diselenggarakan di Pura
Besakih. Setelah Pura Dasar Buana dibangun di Gelgel, kegiatan paruman
dilangsungkan di Pura ini.
Nah demikian 33 Diorama Di Museum Bajra Sandi Bagian 1 untuk 33 diorama berikutnya
silahkan baca 33 Diorama Di Museum Bajra Sandi Bagian 2.