Postingan 33
Diorama Di Museum Bajra Sandi Bagian 3 ini merupakan lanjutan dari 33 Diorama Di Museum Bajra Sandi Bagian 2.
Oke langsung saja ke intinya.
17. Perang
Jagaraga 1848 – 1849 M
Pada diorama itu menceritakan perlawanan rakyat
Bali di bawah pimpinan Patih Jelantik melawan tentara Belanda di depan Benteng
Jagaraga. Pada tanggal 28 Juni 1846 Belanda berhasil menguasai pusat kerajaan Buleleng,
kemudian atas desakan Patih Jelantik raja Buleleng telah mengambil keputusan
untuk mengundurkan pasukannya ke desa Jagaraga serta menetapkan untuk
menggunakan Jagaraga sebagai benteng pertahanan dan sebagai ibukota kerajaan
yang baru. Pada tanggal 8 Juni 1848, Belanda mulai mengadakan serangan terhadap
daerah Jagaraga dengan menghujankan tembakan-tembakan meriam dari pantai
Sangsit. Pada serangan ini pasukan belanda berhasil mendesak pasukan Buleleng
sehingga terjepit dan patih Djelantik beserta pasukannya mundur kemudian Patih
Djelantik terbunuh dalam perjalanan ke Karangasem. Sedangkan, istrinya Jero Jempiring
gugur dalam peperangan.
18. Perang
Kusamba 1849 M
Dalam diorama ini menceritakan Laskar Kusamba di
bawah pimpinan I Dewa Agung Putra Kusamba menyerang kubu pertahanan Belanda di
bawah pimpinan Jendral Andreas Victor Michiels di dekat pesisir pantai Kusamba.
Dalam penyerangan tersebut Jendral Andreas Victor Michiels Michiels terbunuh dan
akhirnya pasukan Belanda mundur. Peperangan ini terjadi setelah belanda
berhasil menaklukan kerajaan Buleleng, kemudian berniat menguasai Kerajaan
Klungkung juga.
19. Perlawanan
Rakyat Banjar 1868 M
Setelah Kerajaan Buleleng berhasil dikuasai oleh
Belanda dalam Perang Jagaraga pada tanggal 18 April 1849. Maka mulailah
kekuasaan Belanda di Buleleng. Kemudian terjadi perlawanan terhadap kekuasaan
belanda di bawah pimpinan Ida Made Rai, maka terjadilah pertempuran rakyat Banjar.
Dalam perang ini, dua kali kemenangan berada di pihak laskar Banjar yang hanya
bersenjatakan tombak, tetapi pada akhirnya dapat dikalahkan oleh pihak Belanda.
20. Puputan
Badung 1906 M
Dalam diorama ini menceritakan Raja Badung
bersama semua keluarga dan rakyatnya dengan berpakaian serba putih bertekad
untuk melawan Belanda sampai mati. Tekad seperti ini dikenal dengan istilah “Puputan”.
Perang ini berawal karena pihak Belanda menyatakan bahwa kapal dagang Srikomala
yang terdampar di pantai sanur pada tanggal 27 Mei 1904 yang membawa banyak
barang yang berharga dan dinyatakan hilang karena dicuri dan dirampok oleh
penduduk sekitar. Padahal penduduk sekitar memberikan pertolongan kepada kapal
tersebut. Pada tanggal 20 September 1906, pagi-pagi buta kota Denpasar dihujani
tembakan meriam dari Belanda dari pantai Sanur. Raja Badung yang telah bertekad
dengan seluruh keluarganya beserta prajurit dan rakyat melakukan “perang
puputan” (perlawanan sampai titik darah penghabisan).
21. Persiapan
Sagung Wah Melawan Belanda 1906 M
Pada diorama ini menceritakan tenang semangat Sagung
Wah yang mengebu-gebu dan memberi perintah kepada laskar Tabanan untuk
menghadapi serangan tentara Belanda. Peritiwa ini terjadi setelah jatuhnya Kerajaan
Badung dalam perang Puputan Bandung ke tangan Belanda pada tanggal 20 september
1906, kemudian Belanda melanjutkan serangan ke Kerajaan Tabanan. Raja Tabanan
beserta para pengikutnya menyerah dan sebagian diasingkan ke Lombok. Akan
tetapi, salah seorang saudara perempuan raja Tabanan yg bernama Sagung Wah
melarikan diri ke Desa Wongaye Gede. Di sana Sagung Wah menghimpun kekuatan
melawan Belanda, namun kekuatan laskar sagung wah dapat diporakporandakan dan beliau
di asingkan ke Pulau Lombok.
22. Puputan
Klungkung 1908 M
Pada diorama ini menceritakan perlawanan Laskar Klungkung
di bawah pimpinan raja Klungkung I Dewe Agung Jambe melawan serdadu Belanda di
depan puri Klungkung. Hampir semua keluarga raja gugur bersama pengikutnya. Perang
Puputan Klungkung menandai jatuhnya seluruh wilayah Bali secara total ke tangan
Belanda. Klungkung memang menjadi kerajaan terakhir yang takluk di kaki
Belanda. Perang Puputan Klungkung juga sekaligus mematahkan mitos yang
menyebutkan Indonesia, termasuk Bali, dijajah Belanda selama 350 tahun.
Peristiwa Perang Puputan Klungkung menegaskan Bali dijajah hanya selama
beberapa puluh tahun, bahkan Klungkung dijajah selama sekitar 37 tahun.
23. Bangkitnya
Organisasi Pemuda Di Bali 1923 M – 1928 M
Dalam diorama ini menceritakan kegiatan rapat
yang dilakukan para pemimpin pemuda dari kalangan guru, pegawai, dan tokoh
masayrakat di salah satu ruangan sekolah. Dengan didirikannya sekolah-sekolah
di Bali sebagai tuntutan politik etis Belanda, masyarakat mulai sadar akan
pentingnya pendidikan. Dari kesadaran tersebut golongan terpelajar mendirikan
perkumpulan Suita Gama Tirta yang dipimpin I Gusti Putu Djelantik pada tahun
1917 dan mulai saat itu tumbuh organisasi -organisasi pemuda di Bali.
24. Bali
Di Bawah Fasisme Jepang 1942 – 1945
Pada diorama ini menceritakan Rakyat Bali
melakukan kerja paksa di bawah siksaan tentara Jepang, seperti membuat jalan
dan mengangkut kebutuhan perang Jepang dalam melawan tentara sekutu.
Nah demikian 33 Diorama Di Museum Bajra Sandi Bagian 3 untuk 33 diorama berikutnya
silahkan baca 33 Diorama Di Museum Bajra Sandi Bagian 4.